Sampah tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia. Mengelola sampah secara bijak adalah sebuah keniscayaan demi kelestarian bumi dan masa depan generasi selanjutnya. Kehadiran Bank Sampah Unit (BSU) Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Kalimantan diharapkan tidak hanya menjadi salah satu solusi dan inspirasi dalam pengelolaan sampah, namun juga sebagai gerakan bersama dalam mewujudkan Kantor Peduli Lingkungan (Eco-Office) di P3E Kalimantan.
Laporan Texandi – Pranata Humas/P3E Kalimantan
BALIKPAPAN, Jumat pagi 25 Oktober 2024. Pak Yul dan Bung Anta tampak asyik memilah sampah di selasar kantor P3E Kalimantan. Sambil bersila, tangan keduanya begitu telaten menyortir komponen-komponen botol plastik. Satu persatu tutup dan label dicopot dari wadah air mineral kemasan tersebut.
Hari itu, mereka berdua menyetor sampah yang sudah dikumpulkan selama dua pekan. Mereka sudah jadi nasabah sejak BSU P3E Kalimantan didirikan. Status pegawai tak membuatnya risih bersentuhan dengan sampah. Tidak sekedar mengejar tambahan pundi, namun menjaga kebersihan lingkungan merupakan motivasi utama mereka.
Soal kebersihan lingkungan, Kepala P3E Kalimantan, Dr. Ishak Yassir, S.Hut., M.Si patut menjadi teladan. Beliau acapkali terlihat memungut sampah di area kantor. Tanpa sungkan, puntung rokok dan bungkusan cemilan pun dipungut masuk ke tong sampah. Tidak sampai di situ, Pak Ishak juga menunjukkan gestur dukungan terhadap eksistensi BSU P3E Kalimantan.
BSU P3E Kalimantan sendiri kini sudah eksis dua tahun. Nasabahnya masih sebatas pegawai P3E Kalimantan. “Tapi tidak menutup kemungkinan kita akan membuka kepada masyarakat umum,” kata Direktur BSU P3E Kalimantan, Agung Priyanto.
Sejalan dengan perjalanan waktu, antusiasme nasabah semakin meningkat. Sejak berkiprah, penerimaan sampah sudah mencapai kurang lebih dua ton. Jenisnya antara lain blowing, botol plastik, duplek, emberan, gelas plastik, kardus, rak telur, kotak kue/makanan plastik, tutup botol, tutup galon, dan minyak jelantah.
“Kegiatan penimbangan kami jadwalkan dua hari dalam sebulan. Khusus hari ini (28 Oktober 2024), total sampah yang kami terima kurang lebih 98 kilogram senilai Rp.122.059,-. Sampah terpilah bersih ini kemudian kita setorkan Bank Sampah Induk untuk pengelolaan lebih lanjut,” tutur Penyuluh Lingkungan Hidup Ahli Madya P3E Kalimantan ini.
Pendirian BSU ini didesain sebagai sarana bagi masyarakat untuk melatih dan membiasakan memilah sampah dari rumah. Tentu saja, nasabah bank sampah akan memperoleh penghasilan tambahan dari setoran sampah terpilah itu.
“Sampah daripada hanya dibuang, warga tidak mendapat nilai apa-apa dan larinya ke TPA (Tempat Pemrosesan Akhir). TPA Balikpapan diprediksi akan penuh di tahun 2026. Makanya sampah ini harus dikelola, sehingga tidak semua lari ke TPA. Kalau dipilah dan disetor ke bank sampah itu nanti menjadi sirkular ekonomi, diserap industri sebagai bahan baku dan mengurangi timbunan sampah di TPA,” jelasnya.
Efek lebih mengerikan dari sampah yang dibiarkan menumpuk adalah berkontribusi pada pemanasan global dan merusak ozon. Sebab, sampah dapat mengeluarkan gas Metana (CH4).
“Jadi gas Metana ini daya rusaknya lebih besar daripada karbon atau CO2. Kalau gas Metana terilis atau keluar ke udara, maka akan meningkatkan efek pemanasan global dan meningkatkan suhu muka bumi. Sehingga gletser mencair, muka air naik, dan pulau-pulau bisa tenggelam,” tandasnya.
Dari Pak Ishak, Pak Yul, dan Bung Anta kita bisa ambil pelajaran bahwa umur dan jabatan bukan jadi alasan untuk untuk tidak peduli terhadap lingkungan. Kita pun tidak boleh acuh dan egois. Sebab, sampah yang dibuang serampangan, sangat mungkin jadi petaka bagi anak cucu ke depan.(*)
No responses yet