Kunjungi Jombang, Menteri LHK Tinjau Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengisi akhir pekan ini (21/1/2024) dengan melakukan kunjungan kerja ke lokasi pemulihan lahan terkontaminasi limbah bahan beracun berbahaya (B3) di Jombang, Jawa Timur.

Menteri Siti meninjau beberapa lokasi diantaranya DAM Yani sungai Budugrejo, serta peleburan logam yang dilakukan oleh lembaga koperasi SMARS yang terletak di Kecamatan Sumubito, Jombang, Jawa Timur.

Pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 ini dilatarbelakangi adanya kegiatan peleburan Aluminium yang dilakukan masyarakat sejak tahun 1970. Kegiatan yang telah menjadi mata pencaharian utama ini, dahulu dilakukan dengan metode sederhana yang menghasilkan limbah B3 yang cukup masif jumlahnya.

Warga menggunakan limbah sisa peleburan sebagai urugan jalan, tanggul sungai, urugan pematang sawah dan sebagian dibiarkan di sekitar tempat peleburan. Lahan terkontaminasi Limbah B3 yang cukup masif berada di Kecamatan Sumobito dan Kecamatan Kesamben, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur.

Kemudian, sejak tahun 2020 hingga 2023 kemarin, dilakukan upaya pemulihan pada beberapa lokasi di Kabupaten Jombang. Di DAM Yani misalnya, pemulihan dilakukan pada tahun 2020 pada lahan seluas 848, 50 m2, dengan volume tanah dan lahan terkontaminasi 762,77 ton.

Kegiatan Pemulihan dilakukan oleh Pemda Kab. Jombang dan BBWS Brantas Kementerian PUPR. Lahan Pasca Pemulihan akan dibangun Ekoriparian yang bekerja sama dengan Ditjen PPKL KLHK, Pemda Kab. Jombang dan BBWS Brantas Kementerian PUPR.

Kegiatan peleburan logam yang dahulu dilakukan masyarakat secara ilegal, kini telah beroperasi secara resmi dalam wadah Koperasi SMARS dan Koperasi Berkah Logam Kendalsari. Koperasi ini telah mendapatkan Persetujuan Teknis (Pertek) S.345/PSLB3/PLB3/PLB.3/5/2022 tanggal 23 Mei 2022, Surat Kelayakan Operasinal (SLO) S.529/PSLB3/PLB3/PLB.3/08/2022 tanggal 26 Agustus 2022.

Jenis Limbah B3 yang dimanfaatkan adalah Anode Scraps (Kode limbah: B313-1) dari kegiatan peleburan aluminium dan pelapisan aluminium, serta Slag (B313-2) yang dihasilkan dari proses produksi primer dan/atau sekunder dari kegiatan peleburan aluminium dan pelapisan aluminium. Kapasitas Produksi di peleburan ini mencapai 6.000 Kg/hari.

Kegiatan peleburan logam ini menghasilkan nilai sirkular ekonomi. Menurut data dari Ditjen Pengelolaan Sambah, Limbah dan B3 (PSLB3) KLHK, jumlah limbah B3 yang dimanfaatkan mencapai 388.956 Kg/bulan denga jumlah produk ingot yang dihasilkan 104.729 Kg/bulan. Omset Koperasi kurang lebih mencapai 3,1 Miliar/bulan dengan catatan asumsi harga ingot Rp.30.000/Kg.

Saat berdialog dengan masyarakat dan anggota koperasi, Menteri Siti menyampaikan apresiasi dan terima kasihnya atas kerja keras semua pihak dalam memulihkan lahan yang terkontaminasi limbah B3. Dirinya juga membuka ruang dialog bersama dinas terkait dan para tokoh masyarakat di Jakarta untuk membahas penanganan lebih lanjut.

Kunjungan kerja kali ini, Menteri Siti didampingi oleh PJ. Bupati Jombang, Sugiat, Direktur Jenderal PSLB3, Rosa Vivien Ratnawati, Kepala Badan Standardisasi Instrumen LHK, Ary Sudijanto, serta beberapa pejabat tinggi pratama KLHK.

Sehari sebelumnya di Surabaya (20/1/2024), Menteri Siti dan jajaran dari KLHK melakukan dialog dengan para penyuluh lingkup KLHK. Dialog ini dimaksudkan untuk menguatkan peran para penyuluh LHK dalam berbagai pekerjaan nasional di tingkat tapak.

Sumber: ppid klhk

PROPER KLHK Dorong Peningkatan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Dan Ketaatan Industri Atas Peraturan Lingkungan Hidup

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) awalnya merupakan program pengawasan terhadap industri yang bertujuan mendorong ketaatan industri terhadap peraturan lingkungan hidup. Kemudian berkembang menjadi program untuk mendorong peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan, kerangka-kerangka kerja kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha untuk mengatasi persoalan-persoalan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Tentu hal itu dilakukan dengan tidak meninggalkan esensi utama ketaatan terhadap peraturan serta menjunjung tinggi kearifan lokal.

Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengembangkan PROPER menjadi empat kriteria penilaian meliputi ketaatan terhadap peraturan perundangan, eco-inovasi, inovasi sosial, dan green leadership.

Demikian diungkapkan Dirjen PPKL–KLHK, Sigit Reliantoro dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/01/2024). Disebutkan, ketaatan terhadap peraturan dinilai untuk pengendalian pencemaran air, udara, pengelolaan limbah B3, perizinan lingkungan, kerusakan lahan, pengelolaan sampah dan bahan B3. Kriteria eco-inovasi digunakan untuk mendorong efisiensi dalam pengelolaan sumberdaya dan keanekaragaman hayati.

Begitu pula kehadiran eco-inovasi menjadi sangat penting karena dapat mendorong peningkatan efisiensi biaya dalam produksi, penunjang maupun dalam biaya pengelolaan limbah. Oleh sebab itulah eco-inovasi menjadi pembeda antara perusahaan yang memang benar-benar unggul dalam menunjukkan komitmen ketaatannya dengan perusahaan yang tidak unggul. Sebab eco-inovasi dalam PROPER mengharuskan perusahaan untuk dapat menunjukkan unsur kebaruan, mengkuantifikasi dampak positif terhadap lingkungan, keuntungan ekonomi (penghematan biaya) serta pertambahan nilai (Creating Value) bagi karyawan, konsumen dan masyarakat.

Dikemukakan Sigit, pada tahun 2023 lalu, tercatat 1.193 eco-inovasi telah dilahirkan oleh perusahaan dengan penghematan total Rp. 158,54 T atau 23,4% lebih hemat dari tahun 2022. Jumlah inovasi ini juga meningkat sebesar 36,8% dari tahun sebelumnya sejumlah 872 inovasi.

Eco-Inovasi ini mampu menghasilkan penghematan energi sebesar 554,8 juta GJ, penurunan emisi GRK sebesar 299,6 juta ton CO2eq, penurunan emisi konvensional sebesar 15,81 juta ton, reduksi Limbah B3 sebesar 55,4 juta ton, 3R limbah non B3 sebesar 34,8 juta ton, efsiensi air sebesar 437,3 juta m3, penurunan beban pencemaran air sebesar 6,03 juta ton dan berbagai upaya perlindungan keanekaragaman hayati.

“Upaya perbaikan kinerja pengelolaan lingkungan ini ternyata juga berdampak positif terhadap masyarakat. Pada tahun 2023 itu, tercatat Rp. 1,56 triliun telah bergulir di masyarakat untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.

Dampak positif lain dikatakan Sigit, kontribusi terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) juga terus dilakukan. Pada tahun ini terdapat 20.052 kegiatan yang menjawab tujuan SDGs dengan total dana dikucurkan sebesar 57,34 Triliun Rupiah.

“Angka ini meningkat sebesar 23,9% dari sejak pertama kriteria ini diluncurkan pada PROPER tahun 2018 silam,” paparnya.

Disebutkan pula, keberhasilan PROPER diakui banyak kalangan pimpinan perusahaan sebagai kawah candradimuka bagi perusahaan untuk menerapkan prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Misalnya Pertamina menduduki ranking satu dunia kinerja ESG untuk sub sektor integrated oil and gas. Hal ini karena dorongan kuat atau di-push oleh PROPER KLHK sehingga terjalin kolaborasi perusahaan dengan masyarakat dalam implementasi PROPER ini.

Menurut Sigit, inovasi sosial mendorong perusahaan berkolaborasi dengan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan sosial secara lebih efisien, memanfaatkan keragaman sumber daya yang dimiliki masyarakat, serta didasarkan pada kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi saat ini. Inovasi sosial juga membangun kapasitas yang berorientasi pada pemberdayaan penduduk yang terpinggirkan dan perubahan sistemik struktur sosial, ekonomi, dan kelembagaan yang menciptakan masalah ini.

Ekosistem “lebah madu” untuk inovasi sosial lahir sebagai bagian dari sistem dan desain regulasi PROPER. Siapa pun yang bersentuhan dengan PROPER akan “tersengat” daya inovasinya untuk menyelesaikan persoalan secara bersama.
PROPER 2023 menunjukkan cerita inovasi sosial dari pelosok negeri yang membangun optimisme bersama.

“Kolaborasi antara perusahaan peserta PROPER, masyarakat dan pemerintah menunjukkan bahwa selalu inovasi tanpa batas yang memiliki kekuatan untuk bangkit dan tumbuh lebih kuat menuju masyarakat madani dan lingkungan yang lestari,” ujarnya.

Diungkapkan Sigit, program pemberdayaan masyarakat pada 2023 lebih variatif dalam menjawab isu di tingkat tapak. Disebutkan, sebanyak 168 inovasi sosial telah dilaksanakan oleh perusahaan yang mampu menjawab isu ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan melalui pertanian berkelanjutan dan pemberdayaan kesejahteraan petani, peternak, serta nelayan. Begitu pula program pemberdayaan perempuan dan anak juga menjadi perhatian pada kegiatan ini. Implementasinya melalui perbaikan gizi dan akses pendidikan. Secara keseluruhan, program inovasi yang dilakukan berhasil berkontribusi dalam pencapaian seluruh target SDG’s.

Ditandaskan, inovasi yang terus menerus dari PROPER dan dampak yang sangat positif bagi perbaikan lingkungan dan kolaborasi dunia usaha serta masyarakat itulah yang akhirnya membuahkan hasil salah satunya, berupa penghargaan Ecostar of the Year 2024 kepada Menteri LHK Siti Nurbaya untuk inovasi PROPER ini, dalam ajang Indonesia Green Awards (IGA) tahun 2024 yang diselenggarakan oleh The La Tofi School of CSR, Rabu (17/01/2024).

IGA adalah ajang apresiasi bagi persona yang fokus kepada upaya pelestarian lingkungan, maupun dunia usaha yang memiliki komitmen dalam menjalankan program tanggung jawab sosial dan lingkungan. IGA 2024 merupakan penyelenggaraan tahun kelima belas yang dilaksanakan oleh La Tofi School of Social Responsibility.

Adapun, Menteri Siti Nurbaya didapuk sebagai Ecostar of the Year karena dedikasinya mengembangkan Program Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) sebagai program pembinaan perusaaan yang komprehensif dan terukur.

Patut diketahui, program PROPER bukan sekali ini menerima penghargaan. Sebelumnya, pada 2023 meraih Top 5 Outstanding Achievement of Public Service Innovation Award dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Penghargaan tersebut diberikan atas inovasi dalam penerapan life cycle assessment, inovasi sosial, dan social return on investment (SROI) untuk pengelolaan lingkungan di perusahaan.

Sumber: ppid klhk

Pengendalian Deforestasi dan Karhutla di Indonesia

Kondisi penutupan lahan dan hutan Indonesia bersifat dinamis, seiring dengan kebutuhan lahan untuk pembangunan dan kegiatan lainnya. Perubahan tutupan hutan terjadi dari waktu ke waktu, diantaranya karena konversi hutan untuk pembangunan sektor non kehutanan, perambahan dan kebakaran hutan maupun kegiatan rehabilitasi hutan.

Untuk mengetahui keberadaan dan luas tutupan lahan baik berhutan maupun tidak berhutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan pemantauan hutan dan deforestasi setiap tahun. Pemantauan hutan dan deforestasi ini dilakukan pada seluruh daratan Indonesia seluas 187 juta hektar, baik di dalam kawasan hutan maupun diluar kawasan hutan, dan berdasarkan pada peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dalam program Kebijakan Satu Peta (KSP). Pemantauan ini dilakukan menggunakan data utama citra satelit landsat yang disediakan Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (OR-PA) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan diidentifikasi secara visual oleh tenaga teknis penafsir KLHK yang tersebar di seluruh Indonesia

Hasil pemantauan hutan Indonesia Tahun 2022 menunjukkan bahwa luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia adalah 96,0 juta ha atau 51,2 % dari total daratan, dimana 92,0 % dari total luas berhutan atau 88,3 juta ha berada di dalam kawasan hutan.

Untuk informasi, deforestasi (netto) Indonesia tahun 2021 -2022 adalah sebesar 104 ribu ha. Angka ini berasal dari angka deforestasi bruto sebesar 119,4 ribu ha dikurangi reforestasi sebesar 15,4 ribu ha. Luas deforestasi tertinggi terjadi di kelas hutan sekunder, yaitu 105,2 ribu ha, di mana 71,3% atau 75,0 ribu ha berada di dalam kawasan hutan dan sisanya seluas 30,2 ribu ha atau 28,7% berada di luar kawasan hutan.

Sebagai pembanding, hasil pemantauan hutan Indonesia tahun 2020-2021 menunjukkan bahwa deforestasi Indonesia tahun 2020-2021 adalah sebesar 113,5 ribu ha, yang berasal dari angka deforestasi bruto sebesar 139,1 ribu ha dikurangi reforestasi sebesar 25,6 ribu ha. Dengan memperhatikan hasil permantauan tahun 2020-2021 dapat dilihat bahwa deforestasi Indonesia tahun 2021-2022 terjadi penurunan 8,4 %.

Cetak Sejarah Angka Deforestasi Terendah

Indonesia telah berhasil menurunkan angka deforestasi sampai titik terendah pada tahun 2021-2022 sebesar 104 ribu ha. Sementara, deforestasi Indonesia tahun 2020-2021 adalah sebesar 113,5 ribu ha.

Indonesia mulai menghitung tingkat deforestasi sejak tahun 1990. Faktanya, deforestasi tertinggi terjadi pada periode tahun 1996 sampai 2000, sebesar 3,5 juta ha per tahun, periode 2002 sampai 2014 sebesar 0,75 juta ha per tahun, dan mencapai titik terendah laju deforestasi pada tahun 2022 sebesar 104 ribu ha.

Menurut data World Resources Institute Global, deforestasi terendah dicapai di era Jokowi. Juga menurut data World Resources Institute Global, RI sebagai negara nomor satu tingkat penurunan deforestasinya di dunia sebesar 65%, yang dicapai di era pemerintahan Jokowi.

Jika dilihat tren deforestasi berdasarkan data sebelumnya maka penurunan hutan Indonesia relatif rendah dan cenderung stabil. Hal ini menunjukan bahwa berbagai upaya yang dilakukan Kementerian LHK akhir-akhir ini menunjukkan hasil yang signifikan antara lain: penerapan Inpres Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Pengendalian Kerusakan Gambut, Pengendalian Perubahan Iklim, Pembatasan perubahan Alokasi Kawasan Hutan untuk sektor non kehutanan (HPK), Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH/TORA), Pengelolaan Hutan lestari, Perhutanan Sosial, serta Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Hal ini seiring dengan program Indonesia FOLU netsink 2030.

Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia

Data hotspot dan luas Karhutla menjadi indikasi keberhasilan upaya pengendalian karhutla di Indonesia. Pada tahun 2015, data hotspot dari satelit Terra/Aqua (MODIS NASA) 70.971 titik, 2016: 3.844 titik, 2017: 2.440 titik, 2018: 9.245 titik, 2019: 29.341 titik, 2020: 2.568 titik, 2021: 1.451 titik, 2022: 1.297 titik, dan 2023: 10.673 titik.

Tren penurunan titik panas ini, juga ekuivalen dengan luas area yang terbakar. Luas Kebakaran Hutan dan Lahan tahun 2015 s/d 2023 berdasarkan citra satelite landsat 8 OLI/TIRS yang di overlay dengan data sebaran hotspot, serta laporan hasil groundchek hotspot dan laporan pemadaman yang dilaksanakan Manggala Agni sebagai berikut: 2015: 2.611.411 ha, 2016: 438.368 ha, 2017: 165.484 ha, 2018: 529.267 ha, 2019: 1.649.258 ha, 2020: 296.942 ha, 2021: 358.864 ha,2022: 204.896 ha, 2023: 994.313 ha.

Kebakaran hutan dan lahan tahun tahun 2023 berhasil ditekan lebih kecil sebesar 30,80% dibandingkan tahun 2019 dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama, bahkan kondisi 2023 lebih kering. Kondisi ini telah diantisipasi melalui berbagai upaya pencegahan karhutla sejak awal tahun.

Kondisi ini dapat menjadi indikasi adanya keberhasilan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang efektif. Kenaikan hotspot yang terjadi pada tahun 2019 dan tahun 2023 disebabkan oleh adanya El Nino. Namun, kita berhasil memitigasi fenomena El Nino sehingga jumlah hotspot dan luas tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Jika dibandingkan karhutla tahun 2019 dengan kondisi akibat dampak El-Nino yang serupa dengan tahun 2023, luas Karhutla tahun 2023 masih jauh menurun.

Indonesia juga berhasil menekan kejadian Karhutla khususnya di lahan gambut sehingga terjadi penurunan luas karhutla dari gambut. Pada tahun 2015 terdapat luas Karhutla di lahan gambut seluas 891.275 hektar atau 34% dari total luas Karhutla, tahun 2019 turun menjadi 483.111 hektar atau 30% dari total luas karhutla, kemudian pada tahun 2023 semakin turun menjadi 182.789 hektar atau 16,38% dari total luas Karhutla. Selain itu, pengaturan tinggi muka air tanah 0,4 m ternyata tidak menyebabkan penurunan produktivitas perkebunan sawit. Penelitian menunjukkan terjadi peningkatan produktivitas antara 13-30%.

Data Pemerintah mencatat bahwa luas kebakaran hutan dan lahan dari tahun 2015 menunjukkan tren menurun sampai dengan Oktober 2023. Sejak kejadian karhutla tahun 2015 (baseline) dengan adanya perubahan paradigma pengendalian karhutla sampai dengan sekarang luas Karhutla di Indonesia menurun signifikan 94% – 37%.

Sebagai konsekuensi maka emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan oleh Indonesia, tidak lagi sebesar ditahun-tahun sebelumnya seperti pada kondisi 2015 dan 2019, sehingga Indonesia tidak lagi menjadi negara peng-emisi 5 terbesar secara global, bahkan pada tahun 2021 tercatat peng-emisi pada ranking ke-9; dengan angka penurunan emisi 890 juta Ton CO2eq.

Menurut data Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) dari Uni Eropa, menunjukkan bahwa Indonesia tidak termasuk ke dalam kelompok negara-negara penyumbang emisi terbesar dari kebakaran hutan dan lahan. Negara-negara maju, seperti AS dan Kanada, termasuk di dalam kelompok tersebut.

Meski begitu, Pemerintah tetap konsisten menjalankan berbagai upaya untuk mencegah karhutla, mulai dari monitoring, penetapan kebijakan, pencegahan, hingga penegakan hukum. Pada tahun 2024, kami sudah merencanakan upaya mitigasi kejadian karhutla dengan meningkatkan upaya-upaya pengendalian karhutla dengan melaksanakan patroli terpadu, TMC, monitoring hotspot, dan pemberdayaan masyarakat yang berada di wilayah rawan Karhutla.

Sumber: ppid klhk